Jejak Waliyulloh

Petilasan Watu Bantal.

Oleh Nur Fuad

Sejarah akan tenggelam dalam bergulirnya waktu tanpa adanya bukti peninggalan, bukti peninggalan tersebut adalah saksi bisu atas terjadinya sebuah pristiwa di masa lampau. 


Tak heran jikalau benda-benda kuno, tapak tilas leluhur, dan warisan budaya dijaga dengan baik secara turun-temurun oleh setiap generasi-regenerasi demi menjaga utuhnya bukti sejarah.

Entah itu berupa benda pusaka, peninggalan kraton, ataupun batu prasasti. Di mana pun ada saksi sejarah maka di situlah sejarah tersebut benar adanya.


***


Di Dusun Wonorojo, Tamanrejo, Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah terdapat sebuah batu tapak tilas seorang Waliyullah bernama 'Endang Sukati' yang menjadi bukti sejarah, lebih tepatnya terletak di area makam Mbah Syaiban Kendal.


Sejarah mengatakan bahwa Nyai Endang Sukati adalah menantu daripada Sri Praduga Prabu Siliwangi, yakni  istri daripada Pangeran Cakra Buana atau Raden Walang Sungsang atau Mbah Kuwu Sangkan Cirebon, Putera mahkota kerajaan Pakuan Pajajaran (Dalam riwayat lain: Endang Ayu/Geulis, putri dari Sang Hyang Danuwarsih.) Itu berarti beliau juga uak (Kakak dari ibu) daripada Kanjeng Sunan Gunung Djati, Syaikh Umdatuddin Syarif Hidayatulloh.


.


Dikatakan lagi bahwa, Nyai Endang Sukati adalah orang sakti yang membekali Nyai Rara Santang sebuah benda Pusaka.


Menurut sejarah Cirebon yang ditulis oleh H. Mahmud Rais bahwa, Nyi Rara Santang(Ibunda Sunan Gunung Djati, Syaikh Umdatuddin Syarif Hidayatillah) pergi dari keraton menyusul kakaknya, Raden Walangsungsang. Pagi harinya, Nyi Rara 

Santang menyusul meninggalkan keraton Pakuan Pajajaran pergi ke arah selatan. Saat di 

Gunung Tangkuban Perahu, Rara Santang bertemu dengan seorang 

perempuan bernama 'Nyi Endang Sukati'. Keluarnya Rara Santang dari keraton ayahandanya 

dikarenakan mendapat petunjuk dari Nabi Muhammad SAW melalui mimpi agar 

menyusul kakaknya.


Ketika perjalanannya 

sampai di Gunung Tangkuban Perahu dan bertemu dengan Nyai Endang Sukati.

Nyai Endang Sukati kemudian menyuruh Rara Santang pergi ke 

Argaliwung untuk bertemu Ki Ajar Sekti. 

Nyi Endang Sukati memberi 

pusaka berupa pakaian bernama 'Hawa Mulia'. Pakaian itu jika dipakai 

berjalan, kaki tidak akan menyentuh tanah, bisa berjalan di atas air, 

tidak akan terbakar jika terkena api, bisa berjalan lebih cepat dari 

angin. 


Pada saat tiba di Angaliwung, Ki Ajar Sekti sudah menunggu 

dan menyarankan agar berangkat lagi ke gunung merapi untuk 

menemui Walangsungsang yang telah menikah dengan Nyi Endang 

Ayu/Geulis, putri Sang Hyang Danuwarsih. Rara Santang menuruti petunjuk 

Ki Ajar Sekti dan berangkat ke Gunung Merapi dan bertemu dengan 

kakaknya, Raden Walang Sungsang.


*****


Endang Sukati mendapat misi Syi'ar Islam di tanah Jawa, di tengah rihlah dakwahnya, dari Barat menuju Selatan (Gunung merapi), entah mengapa beliau melewati sebuah hutan (kala itu dusun Wonorojo masih berupa hutan belantara).


Nyai Endang Sukati kelelahan kemudian beristirahat di atas sebuah batu besar yang berada di atas sungai(Sungai Planangan, namanya) konon, batu besar tadi dijadikan sebuah bantal oleh beliau tatkala istirahat sekaligus dijadikan tempat untuk melakukan salat, sekarang batu itu oleh masyarakat setempat dinamai 'Watu Bantal'. 


**


Dalam riwayat lain dikatakan bahwa tujuan Nyai Endang Sukati datang ke Dusun Wonorojo adalah mencari batu bekas tapak kaki Sulthon Khut bani isroil yang ada di sebelah barat masjid Baitul Muttaqin Wonorojo. Karena kurangnya pengetahuan dari penduduk, batu telapak kaki Sultan Khut Bani Israil tersebt dipendam di sekitar area pengimaman Masjid


Jadi Watu Bantal adalah sebuah tapak tilas dari salah satu tokoh besar penyebar Islam di Pulau Jawa, Nyi Endang Sukati.


Itulah sepenggal sejarah dari Petilasan Watu Bantal. Meski masih terdapat kesimpang-siuran dalam periwayatnya.


Hingga saat ini batu tersebut masih ada dan terus dirawat dan menjadi prasasti atas saksi sejarah penyebaran Islam di Tanah Jawa. Tidak sedikit orang yang berkunjung untuk tabarruk (Ngalap berkah) ke tempat itu atau sekadar ingin menyaksikan bukti sejarah tersebut sekaligus berziarah ke makam Mbah Syaiban. Sebab, posisi Watu Bantal sangat dekat, bersebelahan dengan makam Mbah Syaiban. 


Dikatakan bahwa, Mbah Syaiban diutus oleh 'Auliya' Cirebon untuk menjaga Watu Bantal. Maka, tak heran bila takdir memutuskan Mbah Syaiban harus dimakamkan di sebelah Watu Bantal untuk terus menjaga petilasan Nyai Endang Sukati.


Mbah Syaiban sangat dominan dengan Cirebon dan Syaikh Syarif Hidayatillah. Beliau kerap mengatakan kepada anak-anaknya, "Ziaroho teng Gunung Djati, Paling ora ping tigo, sebab Ziaroh ning Gunung Djati Dugi Telung kali iku Hajine Tiang-tiang Fakir,(Berziarahlah ke Makam Sunan Gunung Djati minimal tiga kali, sebab itu adalah ibadah hajinya orang-orang Fakir)"


***


Wallahu 'a'lam bisshowaab.



*foto ; Makam Mbah Syaiban dan Petilasan Watu Bantal.

0 Response to "Jejak Waliyulloh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel