Waliyulloh Mbah Syaiban
Kisah Awal Datangnya Mbah Syaiban.
Oleh Nur Fuad As-syaiban.
Masih menceritakan tentang Mbah Syaiban.
***
Berpuluh tahun, jauh sebelum Mbah Syaiban rihlah ke Wonorojo, seorang Perempuan yang arif, zuhud, dan wira'i terkenal dengan sapaan 'Mbah Wali Martinah' (Desa Gedong, Tretep, Temanggung, Jawa Tengah) Telah meramalkan akan kedatangan sosok Mbah Syaiban, beliau mengatakan, "Mbesok Rondo Wonorojo nduweni anak wadon loro, anak wadon lorone arep dinikahi Waline Gusti Allah,(Nanti seorang janda di Wonorojo yang mempunyai dua anak perempuan, kedua putrinya akan dinikahi oleh seorang Waliyulloh) "
Meski Mbah Wali Martinah tidak menyebutkan nama 'Mbah Syaiban'. Namun, tanda-tanda dari ramalan tersebut tertuju pada Mbah Syaiban dan ramalan berpuluh tahun tadi nyata terbukti.
Janda Wonorojo beranak dua itu adalah Ibu Sukariyah dan dua anak gadisnya adalah 'Ibu Su'anniyah' dan 'Ibu Sri'ah' yang di kemudian hari kedua-duanya menjadi bidadari Mbah Syaiban.
Su'aniyah adalah putri pertama dari Ibu Sukariyah yang lebih dahulu dinikahi oleh Mbah Syaiban, setelah kurang lebih enam tahun menikah, ibu Su'aniyah pulang menghadap Sang Maha Pencipta dalam usia yang masih sangat muda, akhirnya Mbah Syaiban memutuskan untuk turun ranjang. Iya, beliau menikahi adik iparnya sendiri, yaitu Ibu Sri'ah dan itu adalah sebuah takdir yang sudah diramalkan oleh Mbah Wali Martinah sebelumnya.
**
Sebebarnya kedatangan Mbah Syaiban di Wonorojo sudah didahului oleh seorang Alim yang buta matanya Namun, tidak buta hatinya, sangat dalam ilmu agamanya. Beliau bernama Kiai Ilyas (wafat dan dimakamkan di Tegaron, Bandar, Batang, Jawa Tengah.)
Kiai Ilyas yang sudah lebih dulu datang dan menikahi salah satu gadis Wonorojo yang bernama 'Fatimah' (atau Mbah Timah) mengatakan, "Mangkih ono Kiai sing sak duwure aku arep rene,(Nanti ada Kiai yang lebih tinggi ilmunya dariku akan datang ke sini)", Tutur Kiai Ilyas penuh yakin, Kiai yang maksud beliau itu adalah Mbah Syaiban.
Beberapa hari kemudian Kiai Ilyas pergi ke arah utara dan datang kembali bersama Mbah Syaiban. Dikatakan, bahwa Pertama kali Mbah Syaiban datang, rambutnya panjang dan badannya berlumut.
"Mbah Sriban, pertama dugi mriki rambute dowo karo awake lumuten,(Mbah Syaiban, pertama datang kesini rambutnya panjang dan badannya berlumut)" Ujar Mbah Timah yang yang menjadi tuan rumah sekaligus menyaksikan kedatangan Mbah Syaiban untuk pertama kalinya.
*(Beberapa warga setempat memanggil 'Mbah Sriban'.)
Lantaran yang membawa datang ke Wonorojo adalah Kiai Ilyas, maka Mbah Syaiban singgah untuk sementara di rumah Kiai Ilyas.
Setelah tiba tiba di Wonorojo, keseharian Mbah Syaiban kerap kali mengamati mata air dan batu yang ada di sebelah barat Masjid Baitul Muttaqin. Di permukaan batu tersebut terdapat telapak kaki dan bekas duduk seorang petapa.
"Simbahmu mbiyen sak gurunge nikah karo Mbok tuomu, sedino-dino senenge ndelengi tuk karo watu gede sing ono tapak sikil karo betek lungguh e Wali Subaqir,(Kakekmu, dulu sebelum menikah dengan nenekmu, sehari-harinya sukanya melihat mata air dan batu besar yang ada bekas telapak kaki dan bekas duduk Wali Subaqir)" Tutur ibuku suatu saat.
*(Sebenarnya batu besar itu adalah bekas petapa sultan Khut Bani Isroil. Sebagaimana dalam kisah "Mbah Syaiban" sebelumnya.)
Saat Mbah Syaiban tengah melihat-lihat Mata air dan batu besar tadi, diam-diam ada orang yang mengamatinya dari belakang. Orang tersebut adalah gadis muda berusia enambelas tahun putri seorang Janda, namanya 'Su'aniyah'
Merasa diamati diam-diam oleh seorang gadis, Mbah Syaiban lantas mendekati dan membisikkan pada gadis tersebut sebuah kalimat, "Sesuk tak ajak lungan,(Besok kuajak jalan-jalan)".
Keesokan harinya Mbah Syaiban bukan mengajak jalan-jalan gadis tadi, melainkan malah melamarnya.
Lamaran tersebut diterima dengan suka ria oleh Ibu Su'aniyah dan keluarganya. Bak Rosululloh SAW. Dan Sayidah 'Aisyah Ra.
Seperti Rosululloh SAW. Dan Sayidah 'Aisyah Ra. Pula, Mbah Syaiban dan isterinya juga pernah mengalami sedikit kesalah pahaman dalam rumah tangganya yang tak menurunkan derajat kemuliaan.
Dikatakan, bahwa Mbah Syaiban dan Isterinya tidak pernah makan, kecuali satu piring berdua. Sungguh romantis .
**
Dari penuturan beberapa anaknya, Mbah Syaiban jarang berada di rumah, beliau lebih sering keluar untuk syiar. Seperti di Indramayu(salah satunya di Desa Lemah Ayu), Cirebon, Pemalang, Batang, dan Temanggung. Banyak kisah ajaib dalam perjalanan dakwah beliau yang --insyaallah-- akan ditulis pada kisah yang lain.
![]() |
Lukisan Mbah Syaiban. |
والله أعلم بالصواب
0 Response to "Waliyulloh Mbah Syaiban"
Post a Comment