Maulidan Bid'ah

Mualidan Itu Bid'ah. 


Sumber;Dreamstim.Com


 Oleh: Nur Fuad As-syaiban. 


Sudah tidak asing lagi bagi kita, mendengar tuduhan Bid'ah mungkaroh dari kelompok sebelah mengenai Maulidan yang dilakukan oleh sebagian besar umat Muslim, khususnya warga NU. Dengan dalih bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan di zaman Nabi Saw. Bahkan, tidak tanggung-tanggung mereka mengklaim jika pelaku maulidan adalah orang yang sesat, menyerupai kaum Nashroni dan Yahudi. Dalilnya tidak pernah ada peningkatan, masih saja selalu; 

 كل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

  "Setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka." 

 من تشبه بقوم فهو منهم 

 "Orang yang menyerupai satu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum tersebut." 

Mereka memukul rata makna kata "kullu bid'ah". Padahal Imam Muhammad bin Idris atau Imam Assyafi'i sendiri membagi bid'ah ke dalam dua kategori; Hasanah dan dlolalah.

 Sedangkan kita tahu bahwa Imam Assyafi'i lebih alim dari ulama mana pun di era ini. Mustahil beliau tidak memahami hadits di atas. Seharusnya jika makna bid'ah dipukul rata. Maka, mempelajari ilmu, fiqih, tajwid, nahwu, shorof, balaghoh apalagi teori tauhid uluhiyah, rububiyah, dan asma wa shifat hukumnya juga bid'ah yang sesat. Padahal 'kan tidak demikian.🤦‍♂️



 Mengenai penggalan hadits;

 من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد 

 "Barang siapa yang membuat-buat dalam agama kita ini(islam) yang tidak ada landasannya, maka hal tersebut ditolak.". 

 Itu sangat benar. Tidak pernah sekali pun Ahli Sunnah Wal Jama'ah mengingkarinya. pertanyaannya isi maulidan itu di antaranya adalah membaca sholawat, membaca alqur'an, sirah Nabi, dakwah, bersedekah dsb. Apakah kesemuanya itu tidak ada dalam tuntunan Syari'at Islam? Jelas, semua itu ada dalam syari'at Islam. Dalilnya sudah maklum semua. Tak usah juga disebutkan di sini, nanti kepanjangan.


 "Tapi, Nabi tidak pernah menggelar acara atas hari kelahirannya!" Ya sudah jika itu adalah titik masalahnya, tinggal diganti saja judul seremonialnya menjadi "Tasyyakkur Terlahir Sebagai Ummat Nabi Saw. " Biar tidak haram(🤣🤣🤣🤣)


 Sebenarnya Maulidan pertama kali diadakan oleh Sultan Malik Mudzoffar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam As-suyuti dalam kitabnya "Al-hawi lilfatawa" dan pernyataan tersebut dikutib dalam kitab "Tuhfatul Muhtaaj.; 


 وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ إِرْبِلَ الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُو سَعِيدٍ كُوكْبُرِي بْنُ زَيْنِ الدِّينِ عَلِيِّ بْنِ بَكْتَكِينَ، أَحَدُ الْمُلُوكِ الْأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ، 

 "Orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabi ialah penguasa Irbil di wilayah Irak bernama Raja Muzhaffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali bin Buktikin (549-630 H). Ia disebut sebagai seorang raja yang mulia, luhur, dan sangat dermawan.” )السيوطي، الحاوي للفتاوى ١/٢٢٢) 

 Beliau, Imam As-suyuti juga menyatakan hukum acara Maulidan pada teks sebelumnya: 

 عندي إنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةُ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الْآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُونَهُ وَيَنْصَرِفُونَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ - هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيهِ مِنْ تَعْظِيمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيفِ،


 "Menurutku, sesungguhnya asal pelaksanaan maulid Nabi, di mana orang-orang berkumpul, membaca ayat-ayat pendek alquran, membaca kisah Nabi SAW pada permulaan perintah Nabi SAW serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka disajikan hidangan dan memakannya lalu pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid’ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya karena bertujuan untuk mengangungkan Nabi SAW serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahiran Beliau." [السيوطي ,الحاوي للفتاوي ,1/222]


 Syaikhul Islam, Al-hafidz Ibnu Hajar Al-haitami juga berkomentar dalam kitabnya "Tuhfatul Muhtaaj fii Syarhil Minhaaj."(silahkan dicek sendiri kitabnya.):

 سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أَبُو الْفَضْلِ أَحْمَدُ بْنُ حَجَرٍ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنْ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنْ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً وَمَنْ لَا فَلَا. 

 "Syaikhul Islam Alhfidz Al-ashr Abul Fadl Ahmad bin Hajar ditanta mengenai pelaksaan maulid. Maka, beliau menjawab; Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah." 

 [ابن حجر الهيتمي، تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، ٤٢٣/٧] 


Bahkan Ulama panutan mereka yang mempelopori Tri Tauhid juga mengomentari Maulidan. Dalam kitab" Kita bisa lihat dalam kitab beliau yang bernama "Iqtidlo'us shiroth almustaqiim li mukholafati ashabil jahim."(Kroscek saja, kalo ora ngandel.)

فتعظيم المولد، واتخاذه موسمًا، قد يفعله بعض الناس، ويكو له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم،


 "Adapun mengagungkan Maulid dan menjadikanya musiman(acara musiman) yang telah dilakukan oleh sebagian Masyarakat. Di situ terdapat pahala yang besar karena bagusnya tujuan dan mengagungkan Rosululloh Saw."

 [ابن تيمية ,اقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة أصحاب الجحيم ,2/126]

 Mohon maaf. Ini adalah fatwa yang dikeluarkan oleh pencetus Tri Tauhid. 

Saya simpulkan mengenai orang yang mengaku mengikuti Imam Ibnu Taimiyah.

 1. Jika mereka mengaku bertauhid dengan Tri Tauhid. Maka, laksanakan lah Maulidan. Minimal tidak membencinya. 

 2. Jika tetap menganggap maulidan bid'ah mungkar, maka tinggalkan aqidah uluhiyah, rububiyah dan asma wa shifat. 

 3. Jika hanya ingin mengambil satu fatwa yang hanya sepaham dengannya. Jelas sudah, yang dianut bukan Ibnu Taimiyahnya tapi hawa nafsunya.


 Menanggapi pernyataan Imam Ibnu Hajar di atas mengenai acara Maulidan. Wajib bagi kita dalam menggelar acara tersebut menetralisir adanya kemungkaran-kemungkaran, karena justu itu yang dihadang-hadang sebagai bid'ah munkaroh.
 
Hadlrotus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari menanggapi ini dalam kitabnya "Tanbihat al-wajibat Li Man Yashna al-maulid bil munkaroh" (Yang kurang lebih);

 "Bahwa pernah terjadi kesalahan dalam acara maulidan yang tidak tertib yakni bercampurnya orang bukan mahrom dalam permainannya, terjadi fitnah, Laki-laki memakai baju Wanita, dan Wanita memakai baju Laki-laki, dan acara yang sampai menimbulkan kerusakan-kerusakan di semua belah pihak sampai-sampai terjadi perceraian(diakibatkan kesalahan panitia). 

Yang seperti itu adalah bid'ah mungkaroh. Ini juga sebagai i'tibar bagi para panitia penyelenggara agar menggelar acara Maulid dengan benar. Atau jika tidak, acara tsb dihukumi bid'ah mungkar.



 والله أعلم بالصواب

0 Response to "Maulidan Bid'ah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel