Buya Sa'id Aqil Sirajd
Beberapa waktu lalu Ketua Umum PBNU, Buya K.H. Sa'id Aqil Sirajd ramai jadi perbincangan umat Islam atas statmen yang beliau kemukakan berupa "Tidak ada dalil alquran yang menerangkan Allah itu ada.".
Orang yang tidak suka dengan beliau, tidak sedikit yang salah memahami maksud dari pernyataan tersebut, sehingga dengan mudahnya mengklaim sesat terhadap beliau.
Tentunya kita sebagai Santri, tidak boleh langsung menelan mentah-mentah apa yang beliau sampaikan itu. Apalagi mengingat taraf keilmuan kita dan beliau yang perbedaanya sangatlah signifikan.
Hemat saya.(mohon maaf bila salah๐)Pernyataan beliau, K.H. Sa'id Aqil Sirajd itu (sedikit) menyerempet kepada beberapa orang yang dalam memahami al-Qur'an hanya monoton terhadap teksnya saja, tanpa pemahaman kontekstual yang meliputi: tafsir, maksud, dan murod secara mendalam, yang mana jika beragama hanya dengan mengandalkan tekstual saja(dikit dikit bilang," mana dalilnya?") Maka, tidak akan ditemui dalil alquran secara lafadziyah bahwa Allah itu ada. Itu artinya orang tersebut tidak bisa membenarkan bahwa Allah itu ada.
Maka dari itu, perlu sekali memahami dalil dengan secara kontekstual dengan murod yang dalam. Dengan demikian, manhaj pemahaman seperti ini akan dapat membenarkan adanya Allah.
Alasannya jika hanya monoton terhadap teks saja tanpa konteks, akibatnya kemungkinan akan salah dan tersesat. Sehingga melahirkan pemahaman yang keliru. Contoh ayat:
ุงูุฑุญู ู ุนูู ุงูุนุฑุด ุงุณุชูู
"Dzat Yang Maha Pengasih bersemayan di atas Arsy."
Jika hanya berpijak pada pemahaman teks saja(apalagi cuma modal terjemahan), maka kesimpulannya Allah benar bersemayam duduk di Arsy seperti duduknya Makhluk. Dan hal ini akan bertentangan dengan ayat lain, seperti:
ุฅู ุงููู ูุบูู ุนู ุงูุนุงูู ูู
"Sungguh Allah tidak butuh kepada Makhluk."
Jika Allah di atas Arsy, itu artinya Allah butuh pada Arsy, yang mana Arsy juga merupakan makhluk, jadi akhirnya menuduh Allah butuh pada Makhkuk dan ini sangat bersebrangan dengan ayat di atas. Tidak berhenti sampai di situ. Secara bersamaan saat menuduh Allah berada di atas Arsy, maka secara tidak langsung telah menyamakan Allah dengan makhluk, yang juga butuh pada yang lain. Ini mengingkari ayat:
ููุณ ูู ุซูู ุดูุก
"Allah tidak seperti suatu apapun."
"Fatal bukan?๐คท♀️"
Contoh kesalahan fatal lainnya yaitu seperti hadits di bawah ini:
َูุง ุชَุณْุชَْูุจُِููุง ุงِْููุจَْูุฉَ ุจِุบَุงุฆِุทٍ ََููุง ุจٍَْูู, ََِْูููู ุดَุฑُِّููุง ุฃَْู ุบَุฑِّุจُูุง
"Janganlah kalian menghadap kiblat jika sedang buang air besar atau buang air kecil, tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat."
Hadits ini jika dipraktekkan di negara yang letaknya berada di sebelah timur atau barat kakbah, seperti Indonesia, maka akan sangat keliru sekali dan seolah-olah dalam satu hadist terdapat kontradiksi.
Nabi Saw. melarang jangan menghadap arah kiblat saat buang air dengan menyuruh kita untuk menghadap ke arah timur atau barat. Coba hadits ini dipahami secara tekstual lalu dipraktikkan di Indonesia? Yang terjadi hasilnya adalah justru kita menghadap ke arah kiblat. Sangat bertentangan dengan maksud Nabi yang melarang kita jangan menghap kiblat.
"Bukan kah begitu, Kang Santri? Fatal tidak? Fatal sekali 'kan? "
Kesimpulannya adalah, jangan hanya mengatakan,"Ayo kembali kepada alquran dan hadist". Tapi, katakanlah, "ayo ikuti pemahaman ulama salaf yang berpegang kepada alquran dan hadits, ijma' dan qiyas."
Sebab orang awam seperti kita ini tidak diperbolehkan untuk mengambil secara langsung pada alquran dan hadits. Sebagaimana dikatakan:
ุงุนูู ุงู ุงูุฅุณุชุฏูุงู ุจุงููฑูุงุช ูุงูุฃุญุงุฏุซ ูุง ูุฌูุฒ ูุบูุฑ ุงูู ุฌุชูุฏ
"Ketahuilah bahwa mengambil dalil dengan ayat-ayat alquran dan hadits-hadits Nabi, tidaklah diperkenankan bagi selain Mujtahid."
Allah Swt. Berfirman:
ูุงุณุฃููุง ุฃูู ุงูุฐูุฑ ุงู ููุชู ูุง ุชุนูู ูู
"Bertanyalah kepada ahli dzikir(ulama') jika kalian tidak mengetahui."
Mujtahid bukanlah orang sembarangan, tapi kriteria seperti itu adalah bagi orang yang paham betul dengan islam. Syarat-syaratnya sebagaimana dikatakan dalam kitab syarah al-waroqot:
ูู ู ุดุฑุท ุงูู ูุชู ููู ุงูู ุฌุชูุฏ ุฃู ูููู ุนุงูู ุงً ุจุงูููู ุฃุตูุงً ููุฑุนุงً ุฎูุงูุงً ูู ุฐูุจุงً ุฃู ุจู ุณุงุฆู ุงูููู، ูููุงุนุฏู ููุฑูุนู ูุจู ุง ูููุง ู ู ุงูุฎูุงู ููุฐูุจ ุฅูู ููู ู ูู ููุง ูุฎุงููู، ุจุฃู
"Di antara syarat mufti, yakni Mujtahid adalah, harus menguasai ilmu fiqih, baik ushul maupun furu'-nya, perbedaan ulama dan seputar madzhab. Maksudnya menguasai masalah-masalah fiqih, kaidah-kaidahnya, cabang-cabangnya, serta masalah yang di dalamnya terdapat perbedaan ulama agar bisa berpendapat dan tidak menyelisihi."
[ุงูู ุญูู، ุฌูุงู ุงูุฏูู، ุดุฑุญ ุงููุฑูุงุช ูู ุฃุตูู ุงูููู - ุงูู ุญูู، ุตูุญุฉ ูขูกูง]
ูุงููู ุฃุนูู ุจุงูุตูุงุจ
0 Response to "Buya Sa'id Aqil Sirajd"
Post a Comment