Syarat Ber-ijtihad
Syarat-syarat Mujtahid
Jika ada yang bertanya,"apakah boleh kita dalam beragama islam langsung mengambil dari alquran dan hadits saja?"
Maka, jawabannya adalah,"kita wajib mengambil hukum langsung dari alquran dan hadits."
Demikian itu, selagi kita mampu dan memenuhi kapasitas, bahkan kita tidak diperbolehkan untuk bertaqlid kepada orang lain.
"Dan orang alim, yakni seorang mujtahid tidak boleh bertaqlid (pada mujtahid lain) sebab mampunya dia untuk melakukan ijtihad."
Namun, jika tidak memenuhi kriteria, maka kita wajib untuk bertaqlid pada orang yang mampu, yakni mengikuti pada seorang mujtahid.
"Maka, bertanyalah kepada ahlinya (ulama) jika kalian tidak tahu.(An-nakhl:43)."
"Dalam hadits yang disepakati, dari Abi Huroiroh dari Rosululloh Saw. Beliau bersabda: 'barang siapa yang mentaatiku, maka dia mentaati Allah, dan barang siapa mendurhakaiku, maka dia mendurhakai Allah, barang siapa yang mentaati penguasaku, maka dia mentaatiku, dan barang siapa yang mendurhakai penguasaku, maka dia mendurhakaiku'. Ini adalah perintah-perintah untuk taat pada ulama dan para penguasa."
Orang yang langsung kembali pada alquran dan hadits, padahal tidak mampu untuk berijtihad, maka dia dianggap orang fasiq.
"Dan barang siapa yang mengklaim bahwa dirinya tidak menganggap adanya taqlid dan tidak bertaqlid pada seseorang, maka itu adalah ucapan orang fasiq di sisi Allah dan RosulNya Saw."
Lalu apa saja syarat-syarat diperbolehkannya kembali pada alquran dan hadits tanpa perlu ulama atau bermadzhab, dalam artian apa saja syarat-syarat berijtihad?
Jawabannya:
"Dan di antara syarat seorang Mufti (pemberi fatwa), yakni seorang mujtahid adalah harus alim ilmu fiqih baik asal, furu', khilaf dan seputar madzhab, yakni alim dengan masalah-masalah fiqih dan kaidah-kaidahnya, furu'iyahnya dan alim mengenai khilaf-khilaf ulama dalam furu'iyyah tersebut, agar supaya dia mengeluarkan pendapat yang tidak bertentangan dengan memunculkan pendapat lain. Supaya tetap berittifaq dengan ulama sebelumnya, pada tidak adanya pendapat-pendapat yang oleh ulama sebelumnya ditiadakan.
"Dan harus orang yang sempurna memiliki kapasitas berijtihad, paham dengan apa yang dibutuhkan dalam penggalian hukum-hukum, seperti ilmu nahwu, bahasa, mengenali perawi-perawi hadits, sehingga dia mengambil riwayat yang dapat diterima dari para perawi tersebut, bukan riwayat yang marjuh."
"Dan mengetahui tafsir ayat-ayat dan hadits-hadits tentang hukum, supaya tafsiran-tafsiran tersebut sesuai dengan ijtihadnya dan tidak bertentangan."
"Apa yang telah disebutkan oleh pengarang dari awal hingga akhir ungkapan 'arifan...' adalah sebagian dari perabot ijtihad dan di antaranya lagi adalah harus mengetahui kaidah-kaidah ushul dan lain sebagainya(¹)."
"Seperti mengetahui tempat-tempat ijma', nasihk-mansukh dan asbabun nuzul dan lain sebagainya."
Jadi kalau ditanya apa faidah lafadz "قد" yang masuk pada fi'il mudlorek saja tidak tahu, maka jangan berani-beraninya langsung ke alquran dan hadits.
Wallahu A'lamu Bishhowaab.
0 Response to "Syarat Ber-ijtihad"
Post a Comment