Tidur Saat Puasa

Tidur Saat Puasa



Oleh Nur Fuad As-syaiban

Perut lapar dan tenggorokan haus membuat tubuh lemas dan rasa ingin berpelukan dengan guling semakin erat, ditambah suasana lock down ini membuat aktifitas terbatasi, maka di siang bulan puasa tahun ini merupakan momentum yang sangat mendukung untuk ngabuburit ke Makkah, Madinah, Spanyol, Korea, Jepang, termasuk juga ke acara reunian mantan. Tapi, dalam mimpi alias tidur!


ARTIKULA.ID



Dalam sebuah hadits dikatakan;


رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه و آله ) أَنَّهُ قَالَ : " الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ وَ إِنْ كَانَ نَائِماً عَلَى فِرَاشِهِ مَا لَمْ يَغْتَبْ مُسْلِماً " 


Artinya: 


"Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,: Orang yang berpuasa senantiasa dalam ibadah meskipun  tidur di atas tikarnya, selagi dia masih seorang muslim."


***


Jika dilihat dari redaksinya, hadits ini dloif. Sebab kalimat yang digunakan dalam periwayatannya adalah fiil madli mabni majhul (Ruwiya/روي) Dalam artian perowinya tidak diketahui siapa.


Sedangkan di antara syarat daripada hadits sohih adalah, Sanadnya harus muttasil atau bersambung. yaitu bahwa setiap Rawi menerima riyawatnya dari orang yang di atasnya (Syaikh/guru) Dengan cara-cara pengambilan (talaqqi/tahammul) Hadis yang muktabar (diakui)


Bukan hanya itu saja, suatu hadits akan dilabeli sohih bilamana tidak syadz serta tidak ada illah, para perawinya pun adil lagi dhobit.


Sebagaimana yang diuraikan dalam keterangan nadzom Al-bayquniyah, pada bait kedua dan ketiga, yaitu :


أَوَّلُهَا الصَّحِيْحُ وَهْوَ مَااتَّصَلْ☆إِسْنَادُهُ وَلَمْ يُشَذَّ يعل


يَرْوِيْهِ عَدْلٌ ضَابِطٌ عَنْ مِثْلـِهِ☆مُعْتَمَدٌ فِي ضَبْطِهِ  وَنَقْلِهِ


"Yang pertama (dari macam-macam hadits) adalah istilah shahih,  yaitu hadits yang bersambung sanadnya, tidak syadz, serta tidak ada illat."


"Yang meriwayatkan hadis shahih(Perowi) Adalah seorang yang adil dan dhabith, diperoleh dari orang yang sepertinnya pula(Perowi sebelumnya sama adil dan dhobit ), dapat diandalkan dalam hal dhabt-nya dan naql-nya."


Jadi, dari persepsi ilmu mustholahul hadits, Hadits di atas dihukumi bukan hadits sohih bukan pula hadits hasan, melainkan hadits dloif. Sebab, sanadnya dinilai tidak muttasil. Namun walau bagaimana pun hadits dloif masih bisa diamalkan dengan beberapa ketentuan, yaitu:


- Bukan pada menyangkut Aqidah, yakni tentang sifat Allah, perkara yang boleh dan mustahil bagi 

Allah, penjelasan firman Allah Swt. Dan lain sebagainya.


- Bukan pada penentuan hukum halal dan haram. Boleh pada kisah-kisah, fadha’il (keutamaan-keutamaan) amal dan nasihat.


- Haditsnya tidak terlalu dlo'if sekali; perawinya bukan seorang kadzzab (pendusta), tertuduh sebagai pendusta,

atau terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatan.


-Bernaung di bawah hadits yang shahih

atau hasan.


-Tidak diyakini sebagai suatu ketetapan, hanya sebagai bentuk sebuah kehati-hatian.


****


Maka tidurnya orang yang berpuasa bisa dikatakan sebuah amal ibadah, lantaran dengan tidur seseorang tidak melakukan perbuatan keji dan hal itu dianggap suatu kebaikan yang bernilai ibadah.


Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab syarah dari kitabnya Imam As-suyuthi :


   وهذا في صائم لم يخرق صومه بنحو غيبة، فالنوم وإن كان عين الغفلة يصير عبادة، لأنه يستعين به على العبادة.  


 “Hadits :tidurnya orang berpuasa adalah ibadah. Ini berlaku bagi orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misal dengan perbuatan ghibah. Walau tidur merupakan inti kelupaan atau ghoflah. Namun, akan menjadi ibadah sebab dapat membantu melaksanakan ibadah” (Syekh Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qul al-Hatsits, Hal. 66)


Dan diperkuat dengan:


ما يؤدي إلى الخير فهو خير


"Perkara yang mendatangkan kebaikan maka itu juga merupakan kebaikan."


Kesimpulannya, tidur pada saat berpuasa dapat dianggap sebagai ibadah bilamana memenuhi dua kriteria;


Pertama, tidak dimaksudkan untuk bermalas-malasan. Tapi, diniati untuk mengumpulkan energi agar bersemangat dan kuat dalam menjalankan ibadah. Bukankah _al umuru bimaqoshidiha_ suatu perbuatan tergantung tujuannya? Dikuatkan lagi oleh hadits:


إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى


 “Sesungguhnya semua amalan itu dikerjakan dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.”


Seperti makan yang notabene hukum ashalnya adalah mubah. Namun, bisa berubah menjadi sunnah jikamana diniati untuk menguatkan ibadah.

Kaidah fiqih mengatakan:


الْعَادَاتُ تَنْقَلِبُ عِبَادَاتٍ بِالنِّيَّاتِ الصَّالِحَاتِ


"Kebiasaan (Yang mubah) berubah menjadi ibadah dengan niat yang shalih"


Kedua, selama ibadah puasanya tidak ternodai dengan melakukan perbuatan mungkar atau makshiyah.


0 Response to "Tidur Saat Puasa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel